Secara etimologi, Filsafat berasal dari bahasa inggis philosophy; Yunani philosophia, yang berarti cinta akan kebjaksanaan. Philos (cinta) atau Philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman
praktis, intelegensi).[3] Sedangkan menurut terminology adalah pengetahuan yang
berminat mencapai kebenaran yang asli. Jadi filsafat
adalah berpikirdan merasa sedalam-dalamnya terhadap segala sesuatu sampai ke
inti.[4]
Secara etimologi, Kata dakwah berasal dari
bahasa Arab دعوة, يدعو,
دعا Kata dakwah
merupakan bantuk mashdar dari kata kerja دعا, madi يدعو sebagai mudhari
yang berarti seruan, ajakan, panggilan, undangan, doa dan semacamnya.[5] Dakwah yaitu mengajak manusia untuk
mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan
melarang mereka mendapat kebahagiaan didunia dan diakhirat.[6]
Jadi filsafat dakwah dapat dipahami dalam
tiga makna yang paling sederhana hingga makna yang paling tinggi sebagai
berikut ini.
Pertama, filsafat dakwah suatu konsep atau bagan pemikiran yang
menerangkan dasar-dasar, prinsip-prinsip, dan hal-hal yang dianggap paling
pokok mengenai dakwah. Kedua, filsafat
dakwah adalah pemikiran atau kajian yang bersifat rasional dan filsufis
mengenai prinsip-prinsip dakwah yang digali dari sumber-sumber isla, yaitu
al-Quran dan al-Hadis, serta pemikiran para ulama, sebagia pegangan dasar bagi
para da’i dalam melaksanakan tugas dakwah demi mencapai mardhat-I Allah. Ketiga, filsafat dakwah menunjukkan pada
konsep-konsep atau aliran-aliran pemikiran mengenai dakwah yang memperlihatkan
perbedaan-perbeadaan paradigmatis (pola pemikiran) tentang hal-hal pokok
mengenai dakwah. Filsafat dakwah dalam arti yang ketiga ini berkaitan dengan
mazhab-mazhab pemikiran dalam dakwah yang dengan sendirinya memperkaya wacana
dan khasanah intelaktual mengenai dakwah.[7]
B.
Pentingnya Mempelajari Filsafat
Banyak orang yang
menganggap bahwa suatu filsafat tidak lebih dari keyakinan atau pendapat
pribadi belaka.banyak juga yang
mengasosiasikan filsafat dengan studi humaniora saja, tanpa menyadiri bahwa di
dalam matematika dan ilmu pengetahuan
yang lainnya-pun terknadung permasalahan filsafat. Contoh lain lagi, ada poster
di sebuah perkumpulan mahasiswa yang berbunyi: “Bando Karate: Non-Sport, Seni Filsafat Bela Diri!”.[8]
Berbagai contoh di atas menggambarkan keragaman pandangan
mengenai objek pembahasan, tujuan, dan metode filsafat. Sehingga kita perlu
mempelajari lebih dalam lagi tentang pentingnya kita mempelajari filsafat,
karena filsafat membahas semua segi kehidupan kita.
Berfilsafat merupakan suatu cara berpikir yang tidak
bersumber pada suatu rangkaian keparcayaan, akan tetapi yang hanya berdasarkan
pada pengalaman dan pemikiran dari pemikir sendiri. Belajar filsafat sebagai
ikhtiar menemukan pemahaman yang jernih tentang segala sesuatu (terutama
perihal dirinya sendiri) merupakan makna dari filsafat sendiri. Philosophia adalah keinginan menjadi
arif, dan kegiatan belajar tentu saja berada dalam keinginan yang sama.[9]
Belajar filsafat berarti belajar untuk berhasrat pada keartifan
atau belajar untukmencintai kearifan.[10]
Filsafat adalah cara untuk menemukan keberanian dalam merumuskan diri sendiri.
Dalam filsafat kita menemukan kegelisahan yang tak kunjung habis,
pertanyaan-pertanyaan yang terus tidak menemukan kepastian jawaban, dan jawaban-jawaban yang semula dianggap
final namun kemudian ditemukan celanya.[11]
Dengan belajar filsafat, anda akan
dilatih menjadi manusia yang utuh, yakni yang mampu berpikir mendalam,
rasional, komunikatif. Apapun profesi anda, kemampuan-kemampuan ini amat
dibutuhkan. Di sisi lain, dengan belajar filsafat, anda juga akan memiliki
pengetahuan yang luas, yang merentang lebih dari 2000 tahun sejarah manusia.
Kemampuan berpikir logis dan abstrak, kemampuan untuk membentuk argumen
secara rasional dan kritis, serta kemampuan untuk menyampaikan ide secara
efektif, kritis, dan rasional, akan membuat anda mampu berkarya di berbagai
bidang, mulai dari bidang informasi-komunikasi, jurnalistik, penerbitan,
konsultan, pendidikan, agamawan, ataupun menjadi wirausaha.
Para pengacara, praktisi hukum, praktisi pendidikan, pemuka agama,
maupun praktisi bisnis akan mendapatkan wawasan yang amat luas, yang amat
berguna untuk mengembangkan diri dan profesi mereka. Jika anda sungguh ingin
mendalami filsafat, anda bisa melanjutkan studi sampai pada level master dan
doktoral, dan kemudian mengajar di bidang filsafat.
Dengan belajar filsafat, anda akan mampu melihat masalah dari berbagai
sisi, berpikir kreatif, kritis, dan independen, mampu mengatur waktu dan diri,
serta mampu berpikir fleksibel di dalam menata hidup yang terus berubah.
Filsafat mengajak anda untuk memahami dan mempertanyakan ide-ide tentang
kehidupan, tentang nilai-nilai hidup, dan tentang pengalaman kita sebagai
manusia. Berbagai konsep yang akrab dengan hidup kita, seperti tentang
kebenaran, akal budi, dan keberadaan kita sebagai manusia, juga dibahas dengan
kritis, rasional, serta mendalam.
Filsafat itu bersifat terbuka. Sekali lagi, filsafat tidak memberikan
jawaban mutlak yang berlaku sepanjang masa. Filsafat menggugat, mempertanyakan,
dan mengubah dirinya sendiri. Ini semua sesuai dengan semangat pendidikan yang
sejati.
Filsafat mengajarkan kita untuk melakukan analisis, dan mengemukakan ide
dengan jelas serta rasional. Filsafat mengajarkan kita untuk mengembangkan
serta mempertahankan pendapat secara sehat, bukan dengan kekuatan otot, atau
kekuatan otoritas politik semata. Filsafat adalah komponen penting
kepemimpinan. Dengan belajar berpikir secara logis, seimbang, kritis,
sistematis, dan komunikatif, anda akan menjadi seorang pemimpin ideal, yang
amat dibutuhkan oleh berbagai bidang di Indonesia sekarang ini.[12]
C. Hubungan Antara Filsafat dengan Dakwah
Membahas mengenai hubungan antara filsafat dengan dakwah, maka bisa
dikatakan bahwa ini sangat berhubungan, karena seperti yang kita ketahui bahwa filsafat
adalah induk dari semua ilmu, sehingga filsafat dan dakwah sangat berhubungan,
dan untuk lebih lengkap dibagi menjadi 3 yaitu:
1.
Filsafat Sebagai Pembantu Dakwah
Bagaimanakah hubungan
antara filsafat dengan dakwah? Filsafat seringkali digunakan oleh para juru
dakwah sebagai alat untuk membela keyakinan agama sendiri. Istilah yang tepat
untuk aktivitas membela keyakinan keagamaan secara filosofis, meminjam istilah
John Hick, adalah “apoologetika”.[13]
Dalam artian ini filsafat dakwah adalah
bagian dari teologi.[14]
Dalam kerangka
apologetika juru dakwah menggunakan filsafat untuk kepentingan teologis. Karena
teologi menuntut loyalitas dan komitmen penganutnya untuk meyakini kebenaran
ajaran-ajaran agamanya dan membela secara rasional keyakinan-keyakinannya dari
serangan pihak luar serta berusaha untuk menyebarluaskannya. Disini Da’i
bertindak sebagai “aktor”yang menghayati dan terlibat dan keyakinan
keagamaannya dan filsafat bagian dari dakwah.
Sebagai bagian dari
dakwah. Filsafat berfungsi sebagai pembantu dakwah (Philosophy as the hand-maid of da’wah). Juru dakwah menggunakan
refleksi falsafati untuk menunjukkan rasionalitas agama dan kepercayaan kepada
tuhan.
2.
Filsafat Sebagai Study Analitik Atas Dakwah
Jika kita memandang
hubungan filsafat dengan dakwah dengan melakukan analogi dengan filsafat ilmu,
filsafat seni, dan sebagainya,maka makna yang tepat untuk hubungan filsafat dan
dakwah adalah “pemikiran filosofis tentang dakwah” (Philosophical thinking about dakwah) atau kajian analitik atas
dakwah (analytical of dakwah). Studi
analitik bertujuan menganalisa dan menjelaskan hakikat, kedudukan, fungsi dan tujuan
dakwah.
Berpikir filosofis
tentang dakwah tidak mesti harus berangkat dari sudut pandang agama,jika kita
memandang filsafat bukan sebagai bagian dari teologi, namun sebagai bagian cabang filsafat. Di sini
filsafat berfungsi sebagai “pengamat” tentang dakwah.
3.
Filsafat Sebagai Refleksi atau Studi Dakwah
Filsafat adalah induk
segala ilmu, secara historis. Pada awalnya filsafat dan ilmu tidak terpisah.
Setiap ilmu telah dibicarakan dalam filsafat. Para filosof adalah peletak
dasar-dasar ilmu pengetahuan. Namun dikemudian hari, satu persatu ilmu
memisahkan diri dari filsafat.dengan kata lain, ilmu memisahkan diri dari
induknya (filsafat) dan menjadi otonom. Misalnya: Matematika, Astronomi,
Fisika, Kimia, Biologi, Psikologi dan
Sosiologi.
Ilmu terkadang menyisahkan
pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa dijawabnya sendiri atau berada diluar
jangkauannya (Beyond is Own Ability).
Pertanyaan-pertanyaan yang bersifat metafisis. Karena menjadi tugas filsafat
untuk menjawabnya. Contoh sederhana
adalah “manusia” yang sama-sama menjadi objek kajian ilmu dan filsafat.
Biologi, misalnya dapat menjelaskan secara detail manusia sebagai makhluk hidup
dari sisi unsur dan keutuhan jasmaninya. Psikologi membahas manusia dari sisi
jiwanya. Dan Sosiologi mengkaji manusia dari sisi kemasyarakatannya. Kesemua
ilmu itu membahas manusia secara parsial, tapi tidak mengkaji manusia secara
keseluruhan. Jawaban tentang siapa
manusia seutuhnya adalah wilayah kerja filsafat.
Filsafat menjawab
pertanyaan-pertanyaan seperti siapakah
manusia? Apakah manusia ada dengan
sendirinya atau ada yang mengadakan? Setelah ilmu memisahkan diri filsafat,
peran filsafat adalah melakukan refleksi terhadap ilmu sehingga menjadi
filsafat ilmu. Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistimologi (filsafat pengetahuan)
yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah) filsafat ilmu
menelaah secara filsafati beberapa aspek mengenai hakikat ilmu, yaitu aspek ontologi, epistimologi dan
aksiologi. Ketiga aspek itulah yang membedakan jenis pengetahuan yang satu dari
pengetahuan-pengetahuan lainnya.[15]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar