Selasa, 13 Desember 2016

filsafat dakwah

Pengertian Filsafat Dakwah
Secara etimologi, Filsafat berasal dari bahasa inggis philosophy; Yunani philosophia, yang berarti cinta akan kebjaksanaan. Philos (cinta) atau Philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, intelegensi).[3] Sedangkan menurut terminology adalah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli. Jadi filsafat adalah berpikirdan merasa sedalam-dalamnya terhadap segala sesuatu sampai ke inti.[4]
Secara etimologi, Kata dakwah berasal dari bahasa Arab دعوة, يدعو, دعا Kata dakwah merupakan bantuk mashdar dari kata kerja دعا, madi يدعو sebagai mudhari yang berarti seruan, ajakan, panggilan, undangan, doa dan semacamnya.[5] Dakwah yaitu mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka mendapat kebahagiaan didunia dan diakhirat.[6]
Jadi filsafat dakwah dapat dipahami dalam tiga makna yang paling sederhana hingga makna yang paling tinggi sebagai berikut ini.
Pertama, filsafat dakwah suatu konsep atau bagan pemikiran yang menerangkan dasar-dasar, prinsip-prinsip, dan hal-hal yang dianggap paling pokok mengenai dakwah. Kedua, filsafat dakwah adalah pemikiran atau kajian yang bersifat rasional dan filsufis mengenai prinsip-prinsip dakwah yang digali dari sumber-sumber isla, yaitu al-Quran dan al-Hadis, serta pemikiran para ulama, sebagia pegangan dasar bagi para da’i dalam melaksanakan tugas dakwah demi mencapai mardhat-I Allah. Ketiga, filsafat dakwah menunjukkan pada konsep-konsep atau aliran-aliran pemikiran mengenai dakwah yang memperlihatkan perbedaan-perbeadaan paradigmatis (pola pemikiran) tentang hal-hal pokok mengenai dakwah. Filsafat dakwah dalam arti yang ketiga ini berkaitan dengan mazhab-mazhab pemikiran dalam dakwah yang dengan sendirinya memperkaya wacana dan khasanah intelaktual mengenai dakwah.[7]
B.  Pentingnya Mempelajari Filsafat
Banyak  orang yang menganggap bahwa suatu filsafat tidak lebih dari keyakinan atau pendapat pribadi belaka.banyak juga  yang mengasosiasikan filsafat dengan studi humaniora saja, tanpa menyadiri bahwa di dalam matematika dan ilmu  pengetahuan yang lainnya-pun terknadung permasalahan filsafat. Contoh lain lagi, ada poster di sebuah perkumpulan mahasiswa yang berbunyi: “Bando Karate:  Non-Sport, Seni Filsafat Bela Diri!”.[8]
Berbagai contoh di atas menggambarkan keragaman pandangan mengenai objek pembahasan, tujuan, dan metode filsafat. Sehingga kita perlu mempelajari lebih dalam lagi tentang pentingnya kita mempelajari filsafat, karena filsafat membahas semua segi kehidupan kita.
Berfilsafat merupakan suatu cara berpikir yang tidak bersumber pada suatu rangkaian keparcayaan, akan tetapi yang hanya berdasarkan pada pengalaman dan pemikiran dari pemikir sendiri. Belajar filsafat sebagai ikhtiar menemukan pemahaman yang jernih tentang segala sesuatu (terutama perihal dirinya sendiri) merupakan makna dari filsafat sendiri. Philosophia adalah keinginan menjadi arif, dan kegiatan belajar tentu saja berada dalam keinginan yang sama.[9]
Belajar filsafat berarti belajar untuk berhasrat pada keartifan atau belajar untukmencintai kearifan.[10] Filsafat adalah cara untuk menemukan keberanian dalam merumuskan diri sendiri. Dalam filsafat kita menemukan kegelisahan yang tak kunjung habis, pertanyaan-pertanyaan yang terus tidak menemukan kepastian jawaban,  dan jawaban-jawaban yang semula dianggap final namun kemudian  ditemukan celanya.[11]
Dengan belajar filsafat, anda akan dilatih menjadi manusia yang utuh, yakni yang mampu berpikir mendalam, rasional, komunikatif. Apapun profesi anda, kemampuan-kemampuan ini amat dibutuhkan. Di sisi lain, dengan belajar filsafat, anda juga akan memiliki pengetahuan yang luas, yang merentang lebih dari 2000 tahun sejarah manusia.
Kemampuan berpikir logis dan abstrak, kemampuan untuk membentuk argumen secara rasional dan kritis, serta kemampuan untuk menyampaikan ide secara efektif, kritis, dan rasional, akan membuat anda mampu berkarya di berbagai bidang, mulai dari bidang informasi-komunikasi, jurnalistik, penerbitan, konsultan, pendidikan, agamawan, ataupun menjadi wirausaha.
Para pengacara, praktisi hukum, praktisi pendidikan, pemuka agama, maupun praktisi bisnis akan mendapatkan wawasan yang amat luas, yang amat berguna untuk mengembangkan diri dan profesi mereka. Jika anda sungguh ingin mendalami filsafat, anda bisa melanjutkan studi sampai pada level master dan doktoral, dan kemudian mengajar di bidang filsafat.
Dengan belajar filsafat, anda akan mampu melihat masalah dari berbagai sisi, berpikir kreatif, kritis, dan independen, mampu mengatur waktu dan diri, serta mampu berpikir fleksibel di dalam menata hidup yang terus berubah. Filsafat mengajak anda untuk memahami dan mempertanyakan ide-ide tentang kehidupan, tentang nilai-nilai hidup, dan tentang pengalaman kita sebagai manusia. Berbagai konsep yang akrab dengan hidup kita, seperti tentang kebenaran, akal budi, dan keberadaan kita sebagai manusia, juga dibahas dengan kritis, rasional, serta mendalam.
Filsafat itu bersifat terbuka. Sekali lagi, filsafat tidak memberikan jawaban mutlak yang berlaku sepanjang masa. Filsafat menggugat, mempertanyakan, dan mengubah dirinya sendiri. Ini semua sesuai dengan semangat pendidikan yang sejati.
Filsafat mengajarkan kita untuk melakukan analisis, dan mengemukakan ide dengan jelas serta rasional. Filsafat mengajarkan kita untuk mengembangkan serta mempertahankan pendapat secara sehat, bukan dengan kekuatan otot, atau kekuatan otoritas politik semata. Filsafat adalah komponen penting kepemimpinan. Dengan belajar berpikir secara logis, seimbang, kritis, sistematis, dan komunikatif, anda akan menjadi seorang pemimpin ideal, yang amat dibutuhkan oleh berbagai bidang di Indonesia sekarang ini.[12]
C.  Hubungan Antara Filsafat dengan Dakwah
Membahas mengenai hubungan antara filsafat dengan dakwah, maka bisa dikatakan bahwa ini sangat berhubungan, karena seperti yang kita ketahui bahwa filsafat adalah induk dari semua ilmu, sehingga filsafat dan dakwah sangat berhubungan, dan untuk lebih lengkap dibagi menjadi 3 yaitu:
1.    Filsafat Sebagai Pembantu Dakwah
Bagaimanakah hubungan antara filsafat dengan dakwah? Filsafat seringkali digunakan oleh para juru dakwah sebagai alat untuk membela keyakinan agama sendiri. Istilah yang tepat untuk aktivitas membela keyakinan keagamaan secara filosofis, meminjam istilah John Hick, adalah “apoologetika”.[13] Dalam artian ini  filsafat dakwah adalah bagian dari teologi.[14]
Dalam kerangka apologetika juru dakwah menggunakan filsafat untuk kepentingan teologis. Karena teologi menuntut loyalitas dan komitmen penganutnya untuk meyakini kebenaran ajaran-ajaran agamanya dan membela secara rasional keyakinan-keyakinannya dari serangan pihak luar serta berusaha untuk menyebarluaskannya. Disini Da’i bertindak sebagai “aktor”yang menghayati dan terlibat dan keyakinan keagamaannya dan filsafat bagian dari dakwah.
Sebagai bagian dari dakwah. Filsafat berfungsi sebagai pembantu dakwah (Philosophy as the hand-maid of da’wah). Juru dakwah menggunakan refleksi falsafati untuk menunjukkan rasionalitas agama dan kepercayaan kepada tuhan.
2.        Filsafat Sebagai Study Analitik Atas Dakwah
Jika kita memandang hubungan filsafat dengan dakwah dengan melakukan analogi dengan filsafat ilmu, filsafat seni, dan sebagainya,maka makna yang tepat untuk hubungan filsafat dan dakwah adalah “pemikiran filosofis tentang dakwah” (Philosophical thinking about dakwah) atau kajian analitik atas dakwah (analytical of dakwah). Studi analitik bertujuan menganalisa dan menjelaskan hakikat, kedudukan, fungsi dan tujuan dakwah.
Berpikir filosofis tentang dakwah tidak mesti harus berangkat dari sudut pandang agama,jika kita memandang filsafat bukan sebagai bagian dari teologi, namun  sebagai bagian cabang filsafat. Di sini filsafat berfungsi sebagai “pengamat” tentang dakwah.
3.    Filsafat Sebagai Refleksi atau Studi Dakwah
Filsafat adalah induk segala ilmu, secara historis. Pada awalnya filsafat dan ilmu tidak terpisah. Setiap ilmu telah dibicarakan dalam filsafat. Para filosof adalah peletak dasar-dasar ilmu pengetahuan. Namun dikemudian hari, satu persatu ilmu memisahkan diri dari filsafat.dengan kata lain, ilmu memisahkan diri dari induknya (filsafat) dan menjadi otonom. Misalnya: Matematika, Astronomi, Fisika, Kimia, Biologi, Psikologi dan  Sosiologi.
Ilmu terkadang menyisahkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa dijawabnya sendiri atau berada diluar jangkauannya (Beyond is Own Ability). Pertanyaan-pertanyaan yang bersifat metafisis. Karena menjadi tugas filsafat untuk  menjawabnya. Contoh sederhana adalah “manusia” yang sama-sama menjadi objek kajian ilmu dan filsafat. Biologi, misalnya dapat menjelaskan secara detail manusia sebagai makhluk hidup dari sisi unsur dan keutuhan jasmaninya. Psikologi membahas manusia dari sisi jiwanya. Dan Sosiologi mengkaji manusia dari sisi kemasyarakatannya. Kesemua ilmu itu membahas manusia secara parsial, tapi tidak mengkaji manusia secara keseluruhan. Jawaban tentang siapa  manusia seutuhnya adalah wilayah kerja filsafat.
Filsafat menjawab pertanyaan-pertanyaan  seperti siapakah manusia?  Apakah manusia ada dengan sendirinya atau ada yang mengadakan? Setelah ilmu memisahkan diri filsafat, peran filsafat adalah melakukan refleksi terhadap ilmu sehingga menjadi filsafat ilmu. Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistimologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah) filsafat ilmu menelaah secara filsafati beberapa aspek mengenai hakikat ilmu,  yaitu aspek ontologi, epistimologi dan aksiologi. Ketiga aspek itulah yang membedakan jenis pengetahuan yang satu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya.[15]